Selasa, 03 Mei 2011

Menyatakan cinta

untuk menyatakan cinta pada orang yang saya suka biasanya saya menggunakan puisi,, hehehe peace
ini adalah salah satunya !!

Haruskah aku membandingkan hari libur saat bersamamu
Untuk lebih menghiasi dan bersuka-cita bersama
Maafkan
 aku
Aku bukanlah William Shakespeare
Dan juga bukan Khalil Gibran
Yang bisa berkata-kata seperti itu

Aku di sini tidak untuk berkata-kata indah
Mungkin tepatnya aku kehabisah kata-kata
Aku sangat berharap ku punya kata-kata terindah yang bisa ku ucapkan padamu
Karna jika aku punya akan ku katakan,, tapi.........

Kau tahu berapa besar perasaanku padamu
Skarang sedikit dari itu berasal dari senyummu 
Pada intinya aku ingin mengatakan bahwa
Kau membuat ku menjadi orang yang lebih baik
Diriku sendiri
Dan karna smua itu
Smua yang kumiliki tidaklah berarti apa-apa
Kaulah segalanya
Aku hanyalah anak bodoh yang tidak mengerti
Aku tak tahu mana kata-kata yang benar
Sempurna
Indah
Kaulah segalanya bagiku..................

maukah kau membuatku menjadi lebih baik lagi, dengan menjadi kekasihku...

Surat cinte

pas hari ke dua MOS kami smue CSB SMANTA,, di suruh bwt surat cinte untk slh satu kakak senior di SMANTA tu,, jd saye tulis jx surat cinte bwt kak Kiki,, ini isi' nye ::

Dear Kiki ,

Haruskah aku membandingkan kebahagianku ketika aku pertama kali melihatmu agar lebih menghiasi dan bersuka cita bersama, maaf sebelumnya mungkin aku sudah kedengaran agak lancang, tapi aku harus jujur tentang perasaanku..
Mungkin ini kedengarannya gila padahal kita baru saja bertemu satu kali tanpa mengenal lebh dekat aku sudah punya rasa cinta padamu, mungkin ini yang dibilang cinta pada pandangan pertama, jujur sebenarnya aku adalah salah satu orang yang sulit untuk mencintai, tapi inilah yang terjadi, kenapa aku bilang gila ini karena aku yakin terhap perasaanku padamu kalau kau adalah orang yang ku cari selama ini, yang akan menemaniku dalam susah maupun senang..
Maafkan aku, aku bukanlah Shakespeare atau Romeo dan juga Bukan Khalil Gibran yang bisa berkata-kata seindah dirimu..
Aku disini bukan untuk berpuisi atau berka-kata layaknya sang pujangga, mungkin tepatnya aku kehabisan kata-kata, aku sangat berharap ku punya kata-kata terindah yang bisa ku ucapkan padamu, karna jika aku punya akan ku katakan, tapi..........
Kau tahu brapa besar perasaanku padamu, sedikit dari itu brasal dari senyum dan tawamu..
Pada intinya aku hanya ingin mengatakan bahwa kau membuatku menjadi orang yang lebh baik, kaulah segalanya bagiku, smua yang kumilki tidak lah berarti apa-apa dibanding kamu,sorry, aku hanyalah anak bodoh yang tidak mengerti, aku tak tahu mana kata-kata yang benar, aku mencintaimu, aku sangat berharap kau punya perasaan yang sama seperti yang kurasakan...................


from,


chandra

Jumat, 29 April 2011

Syarat syarat Menjadi Warga Negara Indonesia


Bab I
PENDAHULUAN

Suatu daerah dikatakan sebagai Negara jika memiliki wilayah, warga negara, kedaulatan serta pengakuan dari Negara lain. Negara Republik Indonesia memiliki warga Negara yang jumlahnya sekitar 237.556.363 penduduk.
Mengacu pada UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Warga Negara Indonesia adalah seperti yang diatur dalam pasal 2 dan pasal 4. Bunyi Pasal 2 UU No 12 Th 2006 yaitu Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang orang bangsa Indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang di sah yang disahkan dengan UU sebagai Warga Negara.
Sedangkan menurut Pasal 4 UU No 12 Th 2006 Warga Negara Indonesia adalah:
a.       setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang- undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia
b.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia
c.       anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing
d.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia
e.       anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
f.       anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia
g.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia
h.      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas)  tahun atau belum kawin
i.        anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya
j.        anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
k.      anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
l.        anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
m.    anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
a.       anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
b.      anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
c.       anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
d.      anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut:
a.       anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
b.      anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia

Bab II
PEMBAHASAN

Secara garis besar, ada dua azas kelahiran yang digunakan untuk menentukan kewarganegaraan seseorang. Pertama, ius soli yang melihat kewarganegaraan berdasarkan tempat seseorang dilahirkan. Kedua, ius sanguinis yaitu mendasarkan kewarganegaraan karena pertalian darah.
Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, azas yang dianut Indonesia adalah ius sanguinis, meskipun ada tiga poin yang menunjukkan adanya azas ius soli. Ketiga poin ada di pasal 4 bagian i, j, dan k. Ketiga poin itu mengutarakan kalau seorang anak yang dilahirkan di Indonesia tetapi keberadaan atau kewarganegaraan orang tuanya tidak diketahui, secara otomatis anak itu menjadi warga negara Indonesia.
Dalam undang-undang  juga disebutkan tentang kemungkinan kewarganegaraan ganda. Jika ketentuan-ketentuan pada undang-undang menyebabkan kewarganegaraan ganda pada seorang anak, maka setelah umur 18 tahun atau setelah menikah, dia wajib memilih salah satu kewarganegaraan. Undang-undang memberikan waktu paling lambat tiga tahun bagi anak tersebut untuk memilih kewarganegaraan setelah usia 18 atau setelah menikah.
Selain berdasarkan tempat kelahiran dan hubungan darah, seseorang juga bisa mengajukan diri untuk menjadi warga negara Indonesia. Permohonan ini disebut pewarganegaraan. Berdasar UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dijelaskan bahwa orang asing dapat menjadi warga negara Indonesia (WNI) setelah memenuhi syarat dan tatacara yang diatur dalam peraturan dan undang-undang. Pada pasal 8, disebutkan. “Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.” Sedangkan pengertian pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan  persyaratan pewarganegaraan diatur dalam pasal 9, yakni:
a.       telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b.      pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
c.       sehat jasmani dan rohani;
d.      d. dapat berbahasa Indonesia serta   mengakui  dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945;
e.       tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f.       jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
g.      mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
h.      membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Adapun prosedur permohonan pewarganegaraan bagi WNA yang telah kawin dengan WNI dan ingin menjadi WNI berdasarkan Pasal 19 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia bahwa WNA yang bersangkutan harus:
1. Mengajukan pernyataan ke pejabat/Menteri Hukum dan HAM untuk menjadi WNI
2. Memberikan surat pernyataan bahwa dia telah tinggal di Indonesia 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut
3. Pernyataan bahwa bila mendapat kewarganegaraan Indonesia tidak menjadi dwikewarganegaraan (Kewarganegaraan ganda).
Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada presiden melalui menteri dan diajukan kepada pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon. Pemohon melampirkan pernyataan yang memuat : nama Iengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat tempat tinggal dan kewarganegaraan pemohon, dan nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan suami atau isteri pemohon. Permohonan harus dilampiri :
1.   Fotokopi kutipan akte kelahiran pemohon yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
2.   Fotokopi kartu tanda penduduk atau swat keterangan tempat tinggal pemohon yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
3.   Fotokopi kutipan akte kelahiran dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) Warga Negara Indonesia (WNI) suami atau isteri pemohon yang disahkan oIeh pejabat yang berwenang
4.   Fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah pemohon dan suami atau isteri yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
5.   Surat keterangan dari kantor imigrasi di tempat tinggal Pemohon yang menerangkan bahwa Pemohon telah bertempat tinggal di Indonesia paling singkat lima tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut   turut
6.   Surat keterangan catatan kepolisian dari kepolisian di tempat tinggal Pernohon;
7.   Surat keterangan dari perwakilan negara pemohon yang menerangkan bahwa setelah pemohon memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, ia kehilangan kewarganegaraan negara yang bersangkutan
8.   Pernyataan tertulis bahwa pemohon akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan akan membelanya dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus dan ikhlasPasfoto pemohon terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak enam lembar.

Sedangkan proses pengurusan pewarganegaraan, yaitu:
1.   Menteri meneruskan permohonan disertai dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat tiga bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
2.   Presiden yang berhak mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan.
3.   Keputusan Presiden ditetapkan paling lambat tiga bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14 hari terhitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.
4.   Pemohon yang tidak hadir dalam pengucapan sumpah pada waktu yang telah ditentukan (setelah dipanggil secara tertulis oleh pejabat untuk mengucapkan sumpah) tanpa alasan yang jelas, maka Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum.
5.   Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal pemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
6.   Penolakan permohonan pewarganegaraan disertai alasan dan diberitahukan
oleh Menteri kepada yang bersangkutan paling lambat tiga bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.
7.   Berbagai fotokopi dokumen dapat juga disahkan oleh Kakanwil atau Kepala perwakilan RI atau pejabat yang ditunjuk untuk itu. (Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM Nomor M.81 HL.03.01 tahun 2007 tertanggal 19 Pebruari 2007)
8.   Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya.

Bab III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keseluruhan peraturan kewarganegaraan, baik yang sudah menjadi waraga Indonesia maupun yang mau menjadi Wagra Negara Indonesia itu diatur oleh UU.
Untuk menjadi Warga Negara Indonesia itu telah dipermudah dengan cara mengajukan permohonan Pewarganegaraan secara tertulis dalam bahasa Indonesia diatas kertas bermaterai cukup kepada presiden melalui menteri dan diajukan kepada pejabat yang wilayah kerjanya meliputi  tempat tinggal pemohon.
B.     Daftar Pustaka
*      www.setneg.go.id

PERADABAN LEMBAH SUNGAI SHINDU DAN SUNGAI GANGGA



1.      Keadaan geografis
Daerah India merupakan suatu jazirah benua Asia yang disebut dengan anak benua.
Disebelah utara daerah India terbentang pegunungan Himalaya yang menjadi pemisah antara india dan daerah-daerah lain di Asia.
Antara pegunungan Himalaya dan Hindu Kush terdapat celah Kaiber. Celah kaiber inilah yang dilalui masyarakat India untuk melakukan aktivitashubugan dengan daerah-daerah lain di Asia.
Melalui celah itu bangsa-bangsa lain memasuki  wilayah India seperti bangsa Aria, Laskar Cyrus Agung, Iskandar Zulkarnaen dan Timur Lenk.
Di tengah-temgah daerah India terdapat pegunungan Windya. Pegunungan ini membagi India menjadi dua bagian : India utara dan India selatan.
Pada daerah India bagian utara mengalir mengalir sungai Shindu (Indus), Gangga, Ymuna, dan Brahmaputera. Daerah itu merupakan daerah subur sehingga sangat padat penduduknya.
India bagian selatan sangat berbeda keadaannya dengan India bagian utara. Daerahnya terdiridari bekit-bukit dan gunung-gunung yang kering dan tandus. Dataran tinggi di daerah India bagian selatan diberi nama dataran tinggi Dekkan. Dataran tinggi Dekkan kurang mendapat hujan sehingga daerahnya terdiri atas padang rumput savanna yang amat luas.
2.      Peradaban Lembah Sungai Shindu
a.      Pusat Peradaban
Kota Mohenjo-Daro diperkirakan sebagai ibu kota daerah lembah sungai Shindu dagian selatan dan kota Harappa sebagai ibu kota lembah sungai Shindu bagian utara. Keduanya merupakan pusat peradaban bangsa India pada masa lampau.
b.      Tata Kota
Pembangunan kota Mohenjo-daro dan Harappa didasarkan atas suatu perencanaan tata kota yang pasti dan teratur baik. Jalan-jalan didalam kota sudah tertur dan lurus-lurus dengan lebarnya mencapai sekitar 10 m dan disebelah kanan-kiri jalan terdapat trotoar dengan lebar setengah meter. Gedung-gedung dan rumah tinggal setra pertokoan dibangun secara teratur dan berdiri kokoh. Gedung-gedung, dan rumah tinggal dan pertokoan itu sudah terbuat dari batu bata lumpur.
Wilayah kota dibagi atas beberapa bagian atau blok. Masing-masing bagian atau blok berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang. Tiap-tiap blok dibagi oleh lorong-loronr yang satu sama lainnya saling berpotongan. Dan juga dibangun gedung-gedung sebagai tempat untuk menjalankan pemerintahan. Lorong-lorong dan jalan-jalan dilengkapi dengan saluran air, sebagai tempat menyalurkan air dari rumah tangga ke sungai. Saluran-saluran itu dijaga dengan baik kebersihannya sehingga tetap berfungsi dengan baik.
c.       Sanitasi (kesehatan)
Cara-cara pembangunan rumah yang telah memperhatikan factor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkunga. Kamar-kamar dilenkapi dengan jendela-jeldela yang lebar dan berhubungan langsung dengan udara bebas, sehingga perputaran dan pergantian udara cukup lancar. Disamping itu, saluran pembuangan limbah dari kamar mandi dan jamban yang ada didalam rumah dihubungkan langsung dengan jaringan saluran umum yang dibangun dan mengalir dibawah jalan, dimana pada setiap lorong terdapat saluran air menu ke sungai.
d.      Sistem Pertanian dan Pengairan
Daerah-daerah yang berada disepanjang lembah sungai Shindu merupakan daera-daerah yang subur. Disepanjang lembah sungai Shindu itu, masyarakat mengusahakan pertanian, sehingga pertanian menjadi mata pencaharian untuk masyarakat india. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat telah berhasil menyalurkan air yang mengalir di lembah sungai Shindu sampai jauh kedaerah pedalam. Usaha ini dilakukan dengan membuat saluran-saluran irigasi dan mulai membangun daerah pertanian di wilayah pedalaman.
Pembuatan saluaran irigasi dan pembangunan daerah-daerah pertanian menunjukan bahwa masyarakat lembah sungai Shindu telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Hasil-hasil pertanian yang utama adalah : padi, gandum, gula, jelai, kapas dan teh.


e.       Teknologi
Mereka telah mampu membuat barang-barang terbuat dari emas dan perak, alat-alat rumah tangga, alat-alat pertanian, kain dari kapas, serta bangunan-bangunan. Kemampuan ini dapat diketahui melaui peninggalan-peninggalan budaya yang temukan, seperti banguanan kota Mahenjo-daro dan Harappa, berbagai macam patung, pehiasan emas perak, dan berbagai macam materai dengan lukisannya yang bermutu tinggi.
Juga ditemukan alat-alat peperangan seperti tombak, pedang, dan anak panah. Disamping itu, ditemukan alat-alat peninggalan budaya berupa barang-barang dari tanah liat, terutama peralatan rumah tangga Perekonomian
Masyarakat lembah sungai Shindu sudah mengadaka hubungan dagang dengan bangsa Sumeria dan Mesopotania dan bangsa-bangsa dari negeri-negeri lainnya. Hal itu dibuktikan dengan penemuan benda-benda dari lembah sungai Shindu di Sumeria.
Kota Sutkagedon memainkan peranan penting dalam perdagangan antara lembah sungai Shindu dan bangsa Sumeria. Kota Sutkagedon merupakan pembatasan yang terlatak di Balukhistan. Perdagangan Sumeria melalui Sutkagedon dapat dilaksanakan dengan dua cara. Pertama, dengan jalan laut dapat dibuktikan melalui sebuah material dan pecahan benda-benda  yang memuat gambar perahu layar. Kedua, dengan jalan darat yang dilaksanakan baik dengan mempergunakan tenaga kuda maupun unta. Hal ini dibuktikan  dengan ditemukannya terracotta(tanah liat yang dibakar) kereta kecil.
f.        Pemerintahan
Candragupta Maurya  Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. Pada masa pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas kea rah timur, sehingga sebagian besar daerah India bagian utara menjadi bagian dari kekuasaannya. Dalam waktu singkat, wilayah kerajaan Maurya sudah mencapai daerah yang sangat luas, yaitu daearah Kashmir disebelah barat dan lembah sungai Gangga disebelah timur.
Ashoka  Pada masa pemerintahan Ashoka (268-232SM) cucu Candragupta Maurya, kerajaan Maurya mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasai. Namun, setelah ia menyaksikan korban bencana perang yang maha dahsyat di Kalingga, timbul penyesalan. Sejak saat itu, ia tidak lagi melakukan peperangan, bahkan ia mencita-citakan perdamaiandan kebahagiaan umat manusia.
g.      Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat lembah sungai Shindu bersifat polytheisme (memuja banyak dewa). Dewa-dewa yang dipujanya seperti dewa bertanduk besar, dan dewa perempuan yang melambangkan kemakmuran serta kesuburan (dewi ibu).
Masyarakat lembah sungai Shindu juga menyembah binatang-binatang seperti buaya, gajah dan lain-lain, serta menyembah pohon seperti pohon papal (beringin). Pemujaan tersebut dimaksudkan sebagai tanda terima kasih terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian.
h.      Peninggalan Budaya
Dari hasil penggalian di kota Harappa ditemukan beberapa arca yang masih sempurna bentuknya dan dua buah torso (arca yang telah hilang kepalanya). Salah satu torso mula-mula bertangan empat dan berkepala tiga. Berdiri diatas kaki kanan dengan kaki kiri terangkat. (patung ini mirip dengan patung siwa Nataraya dari zaman kesenian Cola, India Selatan)
Arca   Di kota Mohenjo-daro ditemukan arca seorang pendeta berjanggut. Arca ini memakai pita yang melingkari kepalanya dan berpakaian baju yang berhiaskan gambar-gambar yang menyerupai daun semaggi. Hiasan dengan daun semanggi juga lazim dipakai di daerah Mesopotamia, Mesir, dan Kreta. Arca yang lain ditemukan berbentuk gadis penari yang terbuat dari perunggu
Alat-alat rumah tangga dan senjata    Masyarakat lembah sungai Shindu telah mengenal teknik perundagian.
Peralatan-peralatan rumah tangga dan senjata telah
 tebuat dari benda-benda logam seperti perunggu.                                                                       
 Pengetahuan teknik perundagian ini tidak dikenal oleh setiap orang sehingga mendapatkan benda-benda tersebut muncul system ekonomi.                                                                                                           
3.      Peradaban Lembah Sungai Gangga
a.      Pusat Peradaban
Lembah Sungai Gangga terletak antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Windya-Kedna. Sungai itu bermata air di Pegunungan Himalaya dan mengalir melalui kota-kota besar seperti Delhi, Agra, 
 Allahabad, Patna, Benares, melalui wilayah Bangladesh dan beruaram di teluk Benggala. Sungai Gangga bertemu dengan sungai Kwen Lun. Dengan keadaan alam seperti ini tidak heran bila Lembah Sungai Gangga sangat subur.
Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Aira yang temasuk bangsa Indo
 German. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur. Bangsa Aria memasuki wilayah India antara tahun 2000-1500 SM, melalui celah Kaiber di pegunungan Himalaya. Mereka adalah bangsa peternak dengan kehidupannya terus mengembara. Tetapi setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Shindu dan menguasai daerah yang subur, mereka akhirnya bercocok tanam dan hidup menetap.
Selanjutnya mereka menduduki Lembah Sungai Gangga dan terus mengembangkan kebudayaannya.Kebudayaan Lembah Sungai Gangga merupakan kebudayaan campuaran antara kebudayaan bangsa Aira dengan bangsa Dravida. Kebudayaan campuan itu lebih dikenal dengan sebutan kebudayaan Hindu.campuran kebudayaan ini membentuk sebuah agam besar, yang juga dinamakan  Hindu.
Peraaban Lembah Sungai Gangga meninggalkan jejak yang sangat penting dalam sejarah umat manusia kini. Di tempat ini muncul dua agama besar di dunia, yaitu agama Hindu dan Buddha. Agama Hindu muncul lebih dahulu daripada agama Buddha. Peradaban dan kehidupan bangsa Hindu tersebut tercantum dalam kitab suci agama Hindu, yaitu kitab Weda, Brahmana, dan Upanisad. Agam Hindu merupakan perwujutan dari system kepercayaan peradaban bangsa Hindu. Sungai Gangga diamggap sebagai tempat keramat dan suci bagi penganut Hindu India, airnya dianggap dapat menyucikan diri manusia dan menghapus semua dosanya.
Sementara itu, agam Buddha lahir sebagi bentuk reaksi beberapa golongan atas ajaran kaum Brahmana. Golongan ini dipimpin oleh Siddharta Gautama. Ia adalah seorang putra mahkota kerajaan Kapilawastu yang meninggalkan hidup penuh kemewaha dan menempuh jalan kesederhanaan untuk menghindari penderitaan. Setelah sekian lama pencarian dengan jalan bertapa, akhirnya Siddharta mendapat sinar terang menjadisang Buddha yang berarti “yang disinari”. Lambat laun agam Buddha mulai diterima masyarakata india dan menyebar ke berbagai belahan dunia. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, kedua agam ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan sejarah dan budaya Indonesia di masa awal.
Pada dasarnya peradaban dan kehidupan bangsa Hindu telah tercantum dalam kitab suci Weda (Weda berarti pengetahuan), juga dalam kitab Brahmana dari Upanisad. Ketiga kitab itu menjadi dasar kehidupan orang-orang Hindu.
Kitab suci Weda merupakan kumpulan dari hasil pemikiran para pendeta (Resi). Pemikiran-pemikiran para pendeta (Resi) itu dibukukan oleh Resi Wiyasa.
Empat bagian Kitab Weda
·    Reg-Weda, berisi syair-syair pemujaan kepada dewa-dewa.
·    Sama-Weda, memuat nyanyian-nyanyian yang dipergunakan untuk memuja dewa-dewa.
·    Yayur-Weda, memuat bacaan-bacaan yang diperlukan untuk keselamatan.
·    Atharwa-Weda, memuat ilmu sihir untuk menghilangkan marabahaya.
Keempat buku itu ditulis pada tahun 550 SM dalam bahasa Sansekerta.
Ajaran agama Hindu memuja banyak dewa (polytheisme). Dewa utama yang dipuja dalam agama Hindu adalah Dewa Brahma sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara atau pelindung, Dewa Siwa sebaga pelebur (pembinasa/penghancur). Di samping itu, juga dipuja dewa-dewa seperti Dewi Saraswati (Dewi Kesenian), Dewi Sri (Dewi Kesuburan), Dewa Baruna (Dewa Laut), Dewa Bayu (Dewa Angin), Dewa Agni (Dewa Api), dan lain-lain.
Umat Hindu yang ada di India berjiarah ke tempat-tempat suci seperti kota Benares, yaitu sebuah kota yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa.
Sungai Gangga juga dianggap keramat dan suci oleh umat Hindu. Menurut kepercayaan umat Hindu India, “air Sungai Gangga” dapat menyucikan diri manusia dan menghapus segala dosa.
Agama Budha muncul ketika beberapa golongan menolak dan menentang pendapat kaum Brahmana. Golongan ini dipimpin oleh Sidharta Gautama (531 SM).
Sidharta Gautama adalah putera mahkota dari kerajaan Kapilawastu (Suku Sakia). Ia termasuk kasta Ksatria. Setelah kurang lebih tujuh tahun mengalami berbagai cobaan berat, penyesalan dan penderitaan, akhirnya ia mendapatkan sinar terang di hati sanubarinya dan menjadilah Sidharta Gautama Sang Budha (artinya Yang Disinari).
Pertama kali Sang Budha berkotbah di Taman Rusa (Benares). Agama Budha tidak mengakui kesucian kitab-kitab Weda dan tidak mengakui aturan pembagian kasta di dalam masyarakat. Oleh karena itu ajaran agama Budha sangat menarik bagi golongan kasta rendah. Kitab suci agama Budha bernama Tripitaka (Tipitaka
).
b.      Pemerinthan
Setelah runtuhnya kerajaan Maurya, keadaan menjadi kacau akibat terjadinya peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingi berkuasa. Keadaan ini baru dapat diamankan kembali setelah munculnya kerjaan Gupta.
Kerajaan Gupta   Kerajaan Gupta didirikan oleh Raja Candragupta I (320-330 M) dengan pusatnya dilembah sungai gangga. Pada masa pemerintahannya agama Hindu dijadikan agama Negara, tetapi agam Buddha tetap dapat berkembang.
             Kerajaan Gupta mencapai masa yang paling gemilang ketika Raja Samudra Gupta (cucu   
             Candragupta I) berkuasa. Seluruh lembah    
sungai Gangga dan sungai Shindu berhasil dikuasainya. Ia menetapkan kota Ayodhia sebagai ibu kota Kerajaanya. Raja Samudragupta kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Candragupta II (375-415 M). Candragupta II terkenal dengan WIkramaditinya. Seperti Raja Gupta lainnya ia beragama Hindu. Namun ia tidak mempersulit dan tidak memendang rendah agama hindu. Bahkan pada masa pemerintahannya berdiri universitas Gupta sebagai perguruan tinggai agam Buddha di Nalanda.
Dibawah pemerintahan Candragupta II kehidupan rakyat mekmur dan sejahtera, banyak gedung indah didirikan. Perdagangan dan pelayaran makin maju. Kesenian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan berkembang pesat. Kesusastraan mengalami masa yang gemilang, bahkan pada masa ini terkenal seorang pujangga yang bernama Kalidasa dengan karangannya berjudul Syakuntala. Dengan meninggalnya raja Candragupta II, kerajaan Gupta mulai mundur. Hamper dua abad india mengalai masa kegelapan dan baru pada abad ke tujuh M tampil seorang raja kuat yang bernama Harshawardana.
Kerajaan Harsha   Ibukota kerajaan Harsha adalah Kanay. Raja yang bernama Harshawardana adalah seorang pujangga besar. Pada zamannya kesusastraan dan pendidikan berkembang pesat. Pada mulanya raja Harsha memeluk agama Hindu, tapi kemudia memeluk agam Buddha.
Setelah masa pemerintahan Raja Harsahawardan hingga abad ke-11 M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang kerkuasa. India mengalami masa-masa kegelapan.
c.       Bentuk Kebudayaan Lembah Sungai Gangga
Perkembangan kebudayaan masyarakat lembah sungai Gangga mengalami banyak kemajuan pada bidang kesenian. Kesusastraannya, seni pahat dan seni patung berkembang pesat. Kuil-kuil yang indah dari Syanta dibangun.
Daerah-daerah yang diduduki oleh bangsa Indo-arya sering disebut dengan Arya Varta (Negeri Bangsa Arya) atau Hindustan (tanah milik Hindu). Bangsa Dravida mengungsi ke daerah selatan, kebudayaannya kemudian dikenal denga kebudayaan Dravida. 

Amandemet UUD 1945


1.   TUNTUTAN REFORMASI



 Gambar 1.1 : Demonstrasi yang dilakukan rakyat Indonesia menuntut Reformasi

Reformasi merupakan gerakan moral untuk menjawab ketidak puasan dan keprihatinan atas kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan sosial:
a.    Reformasi bertujuan untuk menata kembali kehidupan berma-sayarakat, berbangsa, dan bernegara yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila.
b.    Dengan demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk menjatuhkan pemerintahan orde baru apalagi untuk menurunkan Suharto dari kursi kepresidenan.
c.     Namun, karena pemerintahan orde baru pimpinan Suharto dipandang sudah tidak mampu mengatasi persoalan bangsa dan Negara, maka Suharto diminta untuk mengundurkan secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa dan negara Indonesia di masa yang akan datang Gerakan reformasi merupakan sebuah perjuangan karena hasil-hasilnya tidak dapat dinikmati dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan reformasi memiliki agenda pembaruan dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, semua agenda reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan dan dalam waktu yang singkat. Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka diperlukan strategi yang tepat, seperti:
1.   Menetapkan prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan aspek mana yang direformasi kemudian.
2.   Melaksanakan kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara tepat.
Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian, cita-cita reformasi yang telah banyak sekali menimbulkan korban baik jiwa maupun harta akan gagal. Untuk itu, kita sebagi pelajar Indonesia harus dan wajib menjaga kelangsungan reformasi agar berjalan sesuai dengan harapan para pahlawan reformasi yang gugur mendahuli kita.
 Tahap awal proses reformasi Indonesia telah selesai dengan selamat. Bangunan politik demokrasi negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945 telah dibangun. Selanjutnya kita sedang menjalani proses konsolidasi untuk menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi agar kehidupan demokratis menjadi cara hidup dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila yang kuat, serta agar kemakmuran dan kesejahteraan yang adil sebagai sebagai perwujudan cita-cita kemerdekaan dapat dicapai.
     Proses reformasi kita berakar jauh ke dalam sejarah Indonesia merdeka. Semula ia berupa gerakan di bawah tanah dan/atau sebagai bentuk pergumulan internal kelompok. Kemudian telah berhasil muncul ke permukaan dan menjadi bagian dari proses sah dan resmi kehidupan bernegara kita.
     Dimulai pada SI-MPR 19981, proses reformasi telah menjadi bagian agenda politik bernegara. Pemilu 19992 sebagai pemilu demokratis pertama sesudah pemilu 1955 berhasil dilaksanakan dan diikuti dengan dibentuknya lembaga-lembaga negara DPR, MPR, Presiden, BPK dan MA. Selanjutnya lembaga-lembaga itu telah menyerap isu-isu dan gerakan reformasi masuk ke dalam kelembagaan negara. Tema-tema reformasi seperti tuntutan untuk membangun sistem politik 
check and balance, kebebasan pers, penghormatan terhadap HAM, supremasi hukum, dan sebagainya, menjadi agenda kerja lembaga perwakilan yang berwenang.
     Selama proses amandemen dari tahun 1999 sampai tahun 2002, isu-isu peka dan pernah tabu untuk dibicarakan, seperti isu apakah Pembukaan UUD 1945 perlu diubah, isu untuk memasukkan kembali “7 kata: 
dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” seperti dirumuskan pada rancangan Piagam Jakarta akan dimasukkan kembali ke dalam pasal 29 UUD, isu apakah bentuk negara kesatuan akan dipertahankan atau diganti dengan bentuk negara serikat, untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia dibicarakan secara terus-terang dalam forum lembaga resmi dan dapat diselesaikan dengan baik. Para anggota MPR hasil pemilu 1999 membahas isu-isu peka itu secara terbuka, penuh dengan rasa persaudaraan dan saling menghargai, jauh dari niat untuk memaksakan kehendak dan kemudian berhasil bersepakat untuk tetap mempertahankan rumusan yang ada dalam UUD 1945 (asli) dengan musyawarah mufakat3.
     Proses reformasi yang sangat luas dan fundamental itu telah kita lalui dengan selamat dan aman. Negara kepulauan yang begini besar dan majemuk, 300-an suku bangsa, besar dan kecil, dengan 500-an bahasa dan dialek, yang berdiam di 17,000-an pulau, dengan sejarah panjang kerajaan-kerajaan Nusantara masing-masing, berhasil menjalaninya dengan utuh, tidak terpecah-belah, terhindar dari kekerasan dan perpecahan. Kita jauh lebih beruntung dari negara-negara seperti Uni Soviet, Yugoslavia, dan Cekoslowakia yang masing-masing terpecah-belah ke dalam banyak negara merdeka sewaktu menjalani proses reformasi diri, yang kerap disebut sebagai proses balkanisasi. 
     Selesainya perubahan-perubahan itu bermakna bahwa sistem politik berdasar disain UUD 1945 telah dikonsolidasikan untuk mampu menerima dan mengarahkan beban dinamika politik seraya terus melandasi proses demokratisasi dan reformasi berkelanjutan tanpa harus terjerumus ke dalam situasi kacau-
chaotic. 
     Sekarang kita masih terus menjalani lanjutan proses reformasi itu. Berbagai UU semakin melengkapi bangunan politik demokratis kita. Kita berkutat dengan upaya membangun supremasi hukum melalui pembenahan lembaga penegak hukum. Otonomi semakin memperoleh bentuk nyata sekaligus sedang mencari posisinya yang tepat dalam prinsip negara kesatuan. Kebebasan pers terus bergerak mencari bentuk yang pas sebagai bagian masyarakat demokratis. Banyak langkah yang telah dan sedang kita ambil untuk mengkonsolidasikan hasil reformasi dan untuk terus memberi isi kepada proses-proses demokratis yang telah kita bangun. Kita perlu bertekad untuk menjalaninya dengan arif agar terhindar dari perseteruan dan perpecahan.
     Kita beruntung karena terlepas dari bencana perpecahan dan kekacauan selama menjalankan reformasi. Bila kita merenungkan keberuntungan kita itu, nurani kita tidak akan dapat melupakan jasa dan kebesaran para pemimpin kita. Bung Karno, seorang pendiri utama negara ini, telah memberikan keteladanan. Walaupun beliau waktu itu mempunyai kekuatan pendukung yang cukup dahsyat tetapi tidak memaksakan kehendak. Beliau rela mengundurkan diri sebagai presiden sewaktu bangsa terancam perpecahan dan pertumpahan darah. Pak Harto juga memberi keteladanan yang sama. Beliau, yang masih punya kekuatan pendukung yang kokoh, juga rela mundur demi mencegah perpecahan dan pertarungan antar sesama anak bangsa. Sejarah mencatat baik Bung Karno maupun Pak Harto adalah pribadi-pribadi yang kokoh dan telah terbukti keberaniannya. Demikian pula Pak Habibie, yang bersedia menetapkan hasil pemilu 1999 walaupun sadar bahwa hasilnya adalah kekalahan bagi partai politik pendukungnya. Beliau menyadari kacau-balaunya negeri ini, bahkan bukan tidak mungkin negeri ini akan terpecah-belah, bila saja pemilu 1999 gagal! Gus Dur, pribadi yang menghayati nilai-nilai demokratis, yang menghormati aturan main demokratis. Mbak Mega, yang tegar dan mantap melanjutkan proses reformasi dan demokratisasi serta mendukung penuh penyelesaian amandemen UUD 1945 dan pelaksanaan pemilihan presiden secara langsung yang pertama dengan berhasil, aman dan damai. Demikian juga SBY yang konsisten berusaha menjalankan pesan-pesan reformasi dan prinsip-prinsip demokrasi. Kepada mereka, dan juga kepada para pemimpin-pemimpin kita yang lain, termasuk para pimpinan partai politik, pimpinan ABRI-TNI/POLRI, para pemuka agama-agama dan masyarakat, dan para aktivis berbagai generasi, yang telah memberi teladan kearifan, baiklah kita memberi hormat dan penghargaan dan bertekad mewarisi kearifan itu. 
     Indonesia sekarang adalah negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Kebebasan berpendapat, HAM, supremasi hukum, dan sistem politik 
check and balance, telah dimeteraikan. Tetapi kita sadar, walau prosedur berdemokrasi telah mulai lengkap, di hadapan kita terbentang tugas yang besar dan penting untuk mengkonsolidasikannya, menjadikannya demokrasi yang substansial, sebagai cara kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tidak sekedar demokrasi prosedural-formal. Membangun demokrasi substansial-prosedural seperti itu seyogianya senantiasa menjadi tujuan kita karena dengan itulah kesejahteraan dalam kualitasnya yang paling dalam akan dapat diwujudkan.
     Kita semua terpanggil dan bertanggung jawab untuk mewujudkannya, baik yang berada dalam infrastruktur, seperti Presiden, DPR, MK, MPR, MA, BPK, DPD dan lembaga-lembaga resmi lainnya, seperti TNI dan POLRI, maupun yang berkiprah dalam supra struktur masyarakat, seperti partai-partai politik, organisasi masyarakat, media massa, LSM, dan sebagainya. Tanggung jawab mana dilakukan baik dengan membuat dan menegakkan aturan dan keteladanan, maupun juga dalam bentuk gerakan nasional pendidikan nilai dan praktek kehidupan berdemokrasi. 

2.  LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945
Desakan untuk mengubah UUD 1945 semakin menguat selama masa kemelut politik dan krisis kepercayaan yang meledak karena dipicu oleh krisis moneter tahun 1997. Luas dan dalamnya krisis yang terjadi waktu itu telah lebih menampakkan kelemahan sistemik UUD 1945 yang asli, yang telah menyebabkannya tidak mampu memberi jalan keluar mengatasi keadaan. Pada dasarnya, ketidakmampuan itu bukanlah sekedar karena kesalahan kebijakan Pemerintah dan ketidakmampuan Presiden serta pejabat pemerintahan lainnya atau karena kurangnya “semangat para penyelenggara negara” waktu itu. Pemerintahan masa itu tidak mempunyai satu faktor penting untuk dapat mengatasi keadaan, yakni tidak adanya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas.
     Sistem MPR yang berlaku masa itu, di mana MPR adalah pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat, pemegang kekuasaan tertinggi dan Presiden sebagai pelaksana kekuasaan tertinggi di bawah dan bertanggung jawab kepada (untergerordnet) MPR, tidak memberikan pilihan lain kepada Presiden Suharto kecuali harus melakukan rekayasa untuk menguasai MPR. Sebab, bila MPR tidak dikuasai, pemerintahan akan labil. Sistem MPR hanya akan stabil, tetapi sekaligus otoriter, hanya apabila ada satu partai politik yang menguasai MPR, seperti maksud pendirian PNI (bukan PNI 1926) sebagai Partai Pelopor, untuk menjadi satu-satunya partai di masa awal kemerdekaan4, atau bila hanya ada satu kekuatan politik dominan, seperti GOLKAR. Gagasan membentuk partai negara itu ditentang oleh Sekutu, yang baru memenangkan PD II, karena menilai bahwa gagasan itu berasal dari pemikiran facisme militer Jepang5.
 
     Sistem MPR dirancang sesuai dengan alam pikiran dari konsepsi persatuan pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara (das Ganze der politischen Einheit des Volkes), sebuah aliran pikiran nasional-sosialis, yang menurut Prof. DR. Supomo sesuai dengan masyarakat Indonesia. Beliau menamakan aliran itu paham integralistik-totaliter: Presiden adalah Bapak bangsa, pemimpin sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur (prinsip
 Fuhrung sebagai Kernbegriff–ein totaler Fuhrerstaat). Dengan demikian, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pembukaan telah dieksplisitasikan ke dalam pasal dan ayat, dan juga ke dalam Penjelasan UUD 1945, dengan menggunakan cara pandang (world view) yang populer pada masa menjelang PD II, yaitu paham intregralistik-totaliter.
     Presiden Suharto berhasil merekayasa sistem MPR dengan membentuk kekuatan 3-jalur, ABRI-GOLKAR-KORPRI yang menguasai MPR dan Pak Harto sendiri adalah pemimpin ke-3 jalur itu, yaitu sebagai Panglima Tertinggi ABRI, Ketua Dewan Pembina GOLKAR dan Kepala Pemerintahan. Dengan demikian, walau Presiden bertunduk dan bertanggung jawab pada MPR namun pada hakekatnya Presiden (Suharto) yang mengendalikan MPR. Dengan konstruksi demikian Pak Harto berhasil mengokohkan kekuasaannya selama lebih dari 30 tahun dan berhasil membawa banyak kemajuan dalam pembangunan. Tetapi sejalan dengan itu harga yang sudah dibayar untuk konstruksi demikian juga sangat mahal. Hilangnya kontrol dan hilangnya kebebasan, termasuk kebebasan pers, dan kenyataan bahwa kekuasaan itu tamak (power tends to corrupt), telah melahirkan banyak penyimpangan yang pada gilirannya telah menghilangkan dukungan yang ikhlas (genuine) dan kepercayaan rakyat pada kepemimpinan beliau. Dari sisi lain, Pak Harto bisa juga dianggap korban dan sekaligus penikmat sistem itu. Apabila partai banyak, apalagi bila tidak ada partai dominan, dan karenanya Presiden tidak bisa menguasai MPR, seperti yang terjadi pada era Pak Habibie dan Gus Dur, maka sistem MPR itu akan merupakan sistem parlementer yang paling buruk. Dengan mudah dan sebentar saja baik Habibibe maupun Gus Dur dapat diturunkan dari jabatannya. Kelemahan sistemik ini mengakibatkan UUD 1945 yang asli tidak memberikan pilihan dan jalan keluar yang baik untuk mengatasi keadaan.
     Dunia, terutama selama dua dekade terakhir, berubah dengan cepat. Kemajuan teknologi, khususnya IT (information and telecommunication) dan transportasi, bagaikan revolusi yang mendesakkan perubahan yang melanda seluruh dunia. Informasi dengan cepat menyebar dan dapat merasuk kemana saja. Dalam hitungan menit, modal misalnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Disukai atau tidak, perkembangan ini telah semakin memperkokoh kedudukan pasar sebagai sentral kegiatan yang memberi dorongan kuat pada kreatifitas dan inovasi. Negara-negara komunis, Cina dan Vietnam dan Laos, begitu pula negara sosialis-hijau (green socialism) seperti Lybia, atau negara non/semi demokratis lainnya, telah menerapkan politik ekonomi pasar untuk menakik kemajuan dunia guna membangun negeri dan mensejahterakan (fisik) rakyat. Paham sentralisasi untuk sebagian telah ditinggalkan. Tetapi kekuasaan politik tetap dimonopoli oleh partai tunggal/partai dominan, walau pembicaraan tentang perlunya demokrasi untuk Cina,
 but not now, telah mulai diperdengarkan oleh para pemimpinnya. Sementara kaum terdidik negeri itu juga mulai memperdengarkan pendapatnya yang sering berbeda dengan pendapat resmi negara. Mereka yang menginginkan memperoleh kesejahteraan yang tidak hanya materil-ekonomi saja semakin banyak bersuara, semakin banyak jumlahnya, dan semakin berani. Lambat atau cepat negara-negara itu akan berhadapan dengan tekanan reformasi, dengan tuntutan warganya untuk didengar, untuk turut berpartisipasi, untuk diakui hak-hak dasarnya sebagai manusia. Bila saat itu tiba, bila tekanan itu telah menggumpal makin besar dan kuat, tidak terbayangkan rumitnya tantangan yang harus diatasi. Apalagi kalau tekanan itu akhirnya meletus. Sejarah mengatakan, baik pada era perubahan monarki absolut menjadi monarki demokratis di Eropa pada abad-abad lalu, maupun perubahan di Jerman dan Jepang (melalui kekalahan dalam PD II), di Korea Selatan (era Park Chung-hee), di Taiwan, di Uni Soviet, Cekoslowakia, Yugoslavia, harga perubahan itu amat mahal, dan tidak hanya materil. Bahkan di 3 negara terakhir harga perubahan harus dibayar dengan berakhirnya eksistensi negara-negara tersebut dan terpecah-belah menjadi banyak negara baru. 
     Menghadapi perubahan tantangan yang demikian keras dan mendasar, dan agar tetap mampu melangkah maju, setiap bangsa haruslah berusaha melengkapi diri dengan sistem yang dapat membangun kepercayaan dan dukungan rakyatnya. UUD 1945 perlu diperbaiki, agar tujuan merdeka, seperti yang termaktub dalam Pembukaan, dapat diwujudkan melalui struktur dan prosedur bernegara yang lebih handal, yaitu melalui perubahan pasal dan ayatnya. Perubahan mana pada hakekatnya serupa dengan pengembangan organisasi (organizational development) biasa yang harus dilakukan manakala suatu organisasi ingin tujuannya tercapai sementara lingkungan telah berubah. Yang penting adalah kearifan untuk taat asas pada tujuan awal dalam situasi dan kondisi yang berubah. Nilai-nilai dalam Pembukaan, yang intinya adalah sila-sila Pancasila, harus diterjemahkan dan dieksplisitasikan dengan menggunakan cara pandang demokrasi berkedaulatan rakyat ke dalam struktur dan prosedur bernegara sebagaimana dirumuskan ke dalam pasal dan ayat UUD.
     Dengan demikian proses reformasi kita mempunyai tujuan untuk membangun kehidupan berdemokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila yang adil dan makmur.
 

3.   TUJUAN PERUBAHAN UUD 1945
Tujuan perubahan UUD 1945 adalah menyempurnakan aturan dasar mengenai
a.    tatanan Negara dalam mencapai tujuan nasional dalam pembukaan UUD 1945
b.    jaminan dan pelaksanaan kedaulatan serta memperluas partisipai rakyat sesuai perkembangan demokrasi
c.     jaminan dan perlindungan HAM sesuai perkembangan dan peradaban umat manusia
d.    penyelenggaraan Negara secara demokrasi dan modern
e.    jaminan konstitusi dan kewajiban Negara yang mewujudkan kesejahtraan social, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakan etika, moral dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

4.   DASAR PEMIKIRAN PERUBAHAN UUD 1945
Menyadari ketidak sempurnaan hasil pekerjaan manusia, termasuk pekerjaan membuat atau menyusun UUD, Moris salah seorang peserta dan penanda tangan naskah UUD Amerika serikat (ditetapan tahun 1787 menyatakan

nothing human can be perfect. Suarrounded by difficulties, we did the best we could ; leaving it with those who should come after us to take counsel from experience, and exercise prudently the power amandement, which we had provided….”

Pernyataan ini membuktikan adanya kehendak untuk selalu menyempurnakan UUD sebagai landasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sejak itu, dalam perkembangannya, di Amerika Serikat dilakukan beberapa kali amandemen.
Menyadari UUD 1945 disusun dalam waktu yang sangat singkat. Soekarno sebagai ketua panitia perancang UUD, pada tanggal 18 agustus 1945 menyatakan “UUD yang dibuat sekarang ini, adalah UUD sementara, kalau boleh saya memakai perkataan : ini adalah UUD kilat. Nanti kalau kita telah bernegara di dalam suasana lebih tentram, kita tentu akan mengumpulkan kembali MPR yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna.”

5.   LANDASAN HUKUM PERUBAHAN UUD 1945
Perubahan undang-undang dasar merupakan suatu peristiwa yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa karena akan membawa pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan sejarah kehidupan bangsa. Perubahan undang-undang dasar akan menentukan masa depan kehidupan bangsa serta kesejahteraan bangsa tersebut. Undang-undang dasar 1945 merupakan hokum dasar yang tertulis bagi kehidupan bangsa Indonesia maka sangat mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mengingat pentingnya UUD 1945 bagi bangsa Indonesia maka perlu dipertimbangkan secara matang apabila ingin diadakan perubahan. Perubahan UUD 1945 harus bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan bangsa, sesuai dengan aspirasi rakyat serta perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Agar perubahan UUD 1945 memiliki kekuatan hukum yang sah maka perubahan UUD 1945 harus memiliki landasan / dasar hokum yang jelas.
Adapun dasar hukum perubahan UUD 1945 adalah UUD 1945 itu sendiri, yaitu pasal 37 yang berbunyi :
1.    Untuk mengubah undang-undang dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota majelis permusyawaratan rakyat harus hadir.
2.    Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota yang hadir.

6.   KESEPAKATAN DASAR DALAM PERUBAHAN UUD 1945
Berdasarkan pembicaraan yang telah dilakukan, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat telah mengambil suatu kesepakatan, bahwa perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 akan berusaha :
a. Mempertahankan dan berpegang teguh kepada Pembukaan UUD 1945;
b. Mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Mempertahankan sistem pemerintahan presidensiil;
d. Memasukan norma-norma dasar yang terdapat dalam penjelasan UUD
    1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945; dan
e. Menggunakan pendekatan adendum dalam amandemen UUD